Kamis, Agustus 05, 2010

Membuka mata Amerika


Penilaian minor terhadap Pondok Pesantren di Indonesia, sedikit demi sedikit membuka mata warga Amerika Serikat. Ternyata kehidupan di Ponpes, tidak seperti yang dibayangkan sebagian warga negeri Paman Sam. Ini terungkap saat dua guru mereka kunjungan di Ponpes Sunan Drajat Medali, Kecamatan Sugio, Lamongan.

Grace Chao dari Charter School, Hilo, Hawaii dan Alaine Robinson dari Lewis and Clark School, Tuska Oklahoma, dua guru dari Amerika itu. Mereka heran, kenapa meski beda agama, tapi bisa diterima di Ponpes Sunan Drajat Medali.

Hidup selama satu minggu di Ponpes yang diasuh oleh KH F. Ghufron Achmadi, sudah cukup untuk membuka mata mereka. Sebab kehidupan Ponpes yang siap menghadapi tantangan global abad 21 ini sangat terbuka. ‘’Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi,’’ kata Chao, saat pamit pulang, kemarin.

Didampingi Wakil Ketua Yayasan Ponpes setempat, C. Chusnu Yuli Setyo, guru Amerika ini mengaku bisa memetik pengalaman berharga dari studi banding di Ponpes yang banyak kerja sama dengan lembaga internasional ini. Setidaknya ada perbedaan mencolok, antara pendidikan di Ponpes dan pendidikan di negerinya. Di Ponpes, lanjut Chao, para santri diajarkan untuk bertahan hidup. Guru yang satu ini tidak habis pikir, kenapa para santri bisa senang dan ceria tinggal dan belajar di asrama sempit secara sederhana. ‘’ Sejak dini, mereka diajarkan untuk bertahan hidup di masa yang sulit,’’ katanya.

Melihat kehidupan di Ponpes di Indonesia pada umumnya, ia menilai, para murid di Amerika Serikat mestinya berterima kasih terhadap apa yang dipunyai sekarang. ‘’Saya yakin kalau para santri akan bisa lebih survive dari pada yang bukan santri, karena sejak dini mereka diajari bagaimana menghadapi masa-masa yang sulit dalam hidupnya. Sementara para siswa di luar sana hanya bisa meminta,’’ katanya.

Senada Grace Chao, Alaine Robinson juga mengakui, penilaian terhadap Ponpes di Idobesia selama ini salah. Ponpes yang salama ini dinilai (Orang Amerika) sebagai sarang teroris. ‘’Pesantren merupakan tempat mengkader generasi mendatang yang siap mental, kuat imannya dan mandiri dalam hidup. Jadi ketika mereka menghadapi dunia IT yang begitu cepat seperti sekarang ini, mereka siap mental,’’ katanya.

Sementara Wakil Ketua Yayasan Ponpes setempat, C. Chusnu Yuli Setyo mengungkapkan, menyongsong era globalisasi, yayasannya terus menigkatkan kualitas pendidikan, khususnya di bidang IT. Guna memnnigkatkan kualitas, Ponpes Sunan Drajat Medali menjali dengan banyak organisasi internasional seperti Al-Azhar University, British Counchil dan East West Centr (EWC) Hawaii. ‘’Kehadiran kedua guru (Alaine Robinson dan Grace Chao –red) merupakan bentuk kerja sama kami,’’ katanya.

0 komentar: